Pagi ini Jeje tidak sedikit pun terlihat lelah atau
letih seperti kemarin-kemarin. Karena semalam ia benar-benar memimpikan
laki-laki yang menabraknya kemarin. Ia pun cepat-cepat mandi, siap-siap untuk bersekolah, dan cepat-cepat
pula bertemu Raka untuk menceritakan mimpinya yang semalam.
Pukul
6.20 Jeje tiba di sekolah, tak seperti biasanya ia tidak kesiangan seperti
kemarin-kemarin. Ia begitu ceria dengan
seragam SMA yang ia banggakan itu. Dan seperti biasa dia mencari-cari Raka.
Jeje terus saja mencari Raka dari pagar depan sekolah ia tunggui, kemudian ke
setiap kelas, toilet, dan perpustakaan tidak ada batang hidung Raka yang
terlihat olehnya.
Akhirnya
setelah Jeje sudah merasa lelah ia pun langsung pergi ke kelasnya tercinta dan
karena bel tanda masuk kelas juga telat dibunyikan.
Jeje
pun bertemu Mita teman sebangkunya dan juga yang menjabat sebagai sekretaris
kelas di kelasnya.
“Hai
Mit !” Sapa Jeje dengan menyinggungkan senyumannya yang ramah.
“Hai
juga Je ! Hhe … emm gue tau nih. Loe mau nanyain Raka ya ?” Balas Mita dengan
raut wajah merayu.
“Kok loe tau sih ?”
“Ya ialah cinta.
Sapa lagi yang orang yang loe mau tanyain selain Raka ?”
“Terus dah deh
kasih tau dong Raka kemana ?”
“Kata guru piket
sih Raka ada urusan keluarga gitu ? Tapi guru piketnya juga gk ngasih ke gue
tentang keterangan jelasnya gimana .”
“Owh hhe. Ya
udah deh, thanks ya Mit.”
Setelah mereka
berdua asik berbicara, akhirnya ibu Minah pun masuk ke kelas dan waktu belajar
pun dimulai.
Tak
terasa bel pulang sekolah pun berbunyi, tetapi batang hidung Raka tetap tidah
terlihat sedikit pun oleh mata Jeje. Jeje pun merasa kesepian entah mengapa
jika tidak ada Raka disampingnya ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam
dirinya.
Ia slalu
menunggu Raka. Di kantin tempat mereka biasanya bercanda. Di perpustakaan yang
biasanya ia lewati dengan Raka jika mereka sedang mencari tugas, hang out
bareng Raka jika malam minggu, ataupun ketika Raka bermain ke rumah Jeje untuk
mengobrol. Ia slalu teringat hal-hal yang dilaukan Raka.
Sehari, dua
hari, seminggu, sebulan, Jeje akhirnya lelah menunggu Raka datang. Ia sudah
sering menelepon Raka tetapi nomor HP Raka sudah tidak aktif. Jeje pun sudah
mencari Raka dari teman-teman dekat Raka di sekolah ataupun orangtua Raka
tetapi semuanya nihil, karena tidak satu pun dari mereka memberi tahu kemana
Raka pergi selama ini. Akhirnya Jeje menyerah ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hanya kerinduan yang dalam yang ia rasakan sekarang.
“Raka
loe dimana ………?? Gue kangen loe ………!!” Jeje berteriak di lantai atas rumahnya
karena rasa sepi yang melanda.
“Kenapa
gue kaya gini kalau gak ada loe Raka ?? Raka please gue gak ngerti gimana
perasaan gue sama loe ! Please Raka jawab gue ! Gue gak ngerti ! Seberapa
sayangnya loe sama gue dan segimana sayangnya gue sama loe ! Kenapa loe hilang
gitu aja dari kehidupan gue ! Loe ngilang gitu aja ! Huft … I miss u Raka …”
Akhirnya Jeje menangis karena merasa kehilangan Raka yang dulu slalu berada
disampingnya.
“Gue
janji Raka gue gak akan ketergantungan sama loe lagi, gue ga akan kaya dulu
lagi, gue yakin gue bisa ngejalanin semuanya tanpa loe lagi sahabat yang paling
gue sayang.” Itu kata-kata terakhir yang Jeje ucapkan setelah ia meluapkan
semua kebimbangan hatinya dan itu janjinya yang telah ia pikirkan matang-matang
agar hidupnya bisa ia jalani seperti biasa walau kata hatinya berkata ia tak
akan mampu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar