Rabu, 28 Mei 2014

Dialog Cerpen By : Vita Asrini

Air Mata

            Di suatu perumahan yang berada di dekat kota, terdapat sepasang suami istri yang baru dikaruniai seorang anak perempuan yang lucu dan menggemaskan. Dan ditengah kehangatan sebuah keluarga itu, sepasang suami istri itu pun berbincang.

Ibu : “Yah, kelak nanti, anak kita ini akan menjadi perempuan yang kuat dan tegar.”
Ayah : “Seperti ibu”.Sambil tersenyum.
           
18 tahun kemudian.

Cika : “Ibu, aku udah telat nih harus cepat-cepat ke terminal, bisnya berangkat 10 menit lagi” Sambil merapikan tas dan bergegas.
Ibu : “Ia nak, hati-hati di jalan yah, kabari ibu kalau sudah sampai disana.”
           
Cika pun mencium tangan ibunya dengan terburu-buru, dan langsung berlari ke luar rumah.Tetapi beberapa saat kemudian, karena terburu-buru Cika pun tidak terlalu memperhatikan jalan dan sebuah mobil pun menabrak tubuhnya dan Cika pun tak sadarkan diri.
Cika pun dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan penanganan khusus.Tak lama kemudian orangtuanya pun datang dan langsung bertemu dengan dokter.

Ibu : “Bagaimana keadaan anak saya dok?” Tanya ibu dengan rasa khawatir dan takut jika terjadi sesuatu terhadap anaknya.
Dokter : “Begini bu, anak ibu mengalami benturan yang cukup keras pada kakinya, dan saya tidak menjamin kaki anak ibu pada saat ini tidak dapat digerakkan.”
Ibu : “Apakah itu berarti anak saya mengalami kelumpuhan dok?” Tanya ibunya sambil menangis.
Dokter : “Tapi ibu tenang saja saya akan membantu semaksimal mungkin agar anak ibu dapat sembuh.”
Ibu : “Terimakasih dok.”
               
Setelah Cika dipindahkan ke ruang perawatan orangtuanya pun melihat keadaan Cika yang sebenarnya. Ibu langsung kembali terisak setelah melihat keadaan Cika, dan ayah pun menenangkan ibu.

Ayah : “Sudah  bu, tidak usah terlalu dipikirkan Cika sekarang sudah baik-baik saja.” Sambil memegang pundak ibu.
Ibu : “Ia yah, tapi hati ibu tidak kuat yah melihat keadaan anak kita saat ini.”
Ayah : “Berdoa saja bu, Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk anak kita nantinya.” Ayah pun merangkul ibu.
Ibu : Terbatuk-batuk.
Ayah : “Ibu tidak apa-apa? Ibu harus menjaga kesehatan walaupun Cika sakit. Kita makan dulu bu.”
Ibu : “Ya yah.” Ibu pun menyembunyikan rasa kesakitannya yang teramat sangat.

            Beberapa saat kemudian Cika pun tersadar dan tidak mengetahui keadaannya yang tidak baik sekarang.

Cika : “Ada dimana aku sekarang?” Cika terus bertanya-tanya dalam hati.

            Tubuhnya terasa semakin sakit, ia tak tahu apa yang terjadi, mengapa kakinya tidak dapat digerakkan untuk turun dari tempat tidur. Dan beberapa saat kemudia ayah dan ibu pun memasuki kamar itu. Dan tersenyum ketika melihat Cika terbangun walaupun tubuhnya masih sangat lemah.

Ibu : “Kamu sudah bangun sayang? Sudah tidak perlu terlalu banyak bergerak dulu ya, ibu dan ayah akan terus disini menemanimu.”
Ayah : “Ya kamu sekarang harus istirahat dulu ya sayang.”
Cika : “Kakiku kenapa bu? Kenapa tidak dapat digerakkan sama sekali? Apa ada yang salah?” Cika khawatir melihat keadaannya sendiri, ia takut, yang ia pikirkan ia takkan bisa jalan kembali seperti sedia kala.

            Ayah dan ibu saling berpandangan, Mereka khawatir jika Cika terpuruk mendengar keadaan kakinya yang lumpuh.

Cika : “ Jawab aku! Ayah! Ibu! Jawab! Kenapa aku!??”
Ayah : “Kamu baik-baik saja sayang.”
Ibu : Menahan tangisan yang keluar dari sudut matanya.

            Akhirnya dokter pun datang, dokter memecahkan ketegangan dan kekhawatiran yang terjadi diantara anak dan orangtua ini.

Dokter : “Permisi…” Dokter pun memasuki kamar dan mendekati Cika.
Ayah : “Ini dokter yang merawat kamu.”
Cika : “Ya, aku tahu, tapi boleh kan dok aku bertanya? Kenapa kakiku tidak dapat digerakkan, dan rasanya sakit sekali.” Cika pun menangis karena tak tahu apa yang membuat kakinya tidak dapat digerakkan.
Dokter : “Kakimu, hhmmm, kakimu hanya kaku, nanti juga dapat digerakkan kembali, percayalah.” Dokter pun tersenyum dan berbohong pada Cika untuk sementara, karena tak tega melihat keadaan Cika sekarang.
Cika : “Benarkah dok?” Senyum Cika pun terkembang di pipinya itu.
Dokter : “Ia, oh ya Cika bolehkah aku berbicara pada orangtuamu dulu sebentar?”
Cika : “Ya, boleh kok dok.”

            Senyum Cika pun terkembang, dia sudah mulai tersenyum kembali, di sisi lain dokter dan orangtuanya terlihat tegang karena sebenarnya apa yang dibicarakan dokter hanya untuk membuat Cika tidak terluka dan malah jika dokter jujur ia akan membuatnya semakin tertekan.
Ibu : “Ini apa dok?”
Dokter : “Ini hasil ronsen kaki Cika, dan sepertinya kemungkinan terburuk adalah Cika akan lumpuh.”
Ibu : “A..paa? Lumpuuhh dokk?”
Dokter : “Ia, tapi saya dan yang lain akan semaksimal mungkin membantu Cika dan membuat Cika sembuh kembali.”
Ayah : “Apa yang harus saya lakukan dok agar anak saya kembali sembuh?”
Dokter : “Cara satu-satunya itu mendonorkan syaraf tulang yang sama dengan Cika, tapi itu sangat sulit dicari, tapi saya akan mencoba mencarinya, jika syaraf Cika tidak diganti ia akan lumpuh kemungkinan selamanya.”
Ibu : “Tidak, Cika tidak boleh lumpuh! Yah anak kita.”
Ayah : “Tenang ibu, ayah pasti akan melakukan apa saja untuk anak kita.”

            Setelah perbincangan itu, ibu kembali ke kamar dimana Cika dirawat.

Cika : “Bagaimana bu?”
Ibu : “Tenang saja sayang semua baik-baik saja.” Ibu tersenyum dan memeluk Cika.

            Beberapa hari setelah itu, Cika mendengar pembicaraan yang membuat ia terpuruk.

Dokter : “Sepertinya anak anda akan lumpuh untuk selamanya pak, karena tidak ada syaraf tulang yang sama dengan Cika, saya sudah mencarinya ke seluruh rumah sakit pak, tapi hasilnya tidak ada..”
Ayah : “Jadi dokter tidak mau menolong anak saya?”
Dokter : “Bukan begitu pak, saya sudah berusaha mencarinya semaksimal mungkin, tapi donor syaraf tulang itu sulit untuk ditemukan pak.”

            Ibu pun datang mengahampiri ayah dan dokter.

Ibu : “Ibu yang akan mendonorkan syaraf ibu yah, untuk Cika. Itu bisa kan dok?”
Dokter : “Bisa bu, tapi kemungkinannya kecil syaraf tulang ibu cocok dengan syaraf tulang Cika.”
Ibu : “Periksalah saya dulu dok, saya akan melakukan apa pun untuk membuat anak saya sembuh kembali.”
Ayah : “Bu..”
Ibu : “Tenang saja yah, anak kita pasti akan mengerti semuanya.”

            Setelah dokter memeriksa ibu Cika, ibu Cika pun pergi melihat anaknya di ruangannya.

Ibu : “Sayang, kamu kok belum tidur?”
Cika : “Ibu berbohong padaku kan! Semua berbohong!”
Ibu : “Dengerin Ibu dulu, ini semua enggak seperti yang kamu kira sayang.”
Cika : “Cika gak akan percaya lagi sama ibu, ayah, atau dokter! Cika ini cacat! Lumpuh!”
Ibu : Ibu terbatuk-batuk.
Cika : Mencoba berdiri dan menolong Ibunya, tetapi ia malah terjatuh dari tempat tidurnya.
“Cika enggak bisa menolong Ibu! Cika anak yang enggak bisa Ibu banggain! Cika Cuma bisa susah Ibu dan Ayah!”
Ibu : “Enggak sayang, kamu pasti sembuh, dan Ibu sangat bangga sama Cika.”
Cika : “Cika udah tau kok semuanya, Cika lumpuh, gak berguna, Cika enggak akan bisa sembuh, Cika bukan anak Ibu yang membanggakan ibu…”
Ibu : “Jangan nangis sayang, Ibu akan berusaha agar kamu bisa sembuh lagi.”
Cika : “Cika enggak berguna!”

            Ibu langsung memeluk Cika dalam dekapan kasih sayang ibu yang sangat menyayangi anaknya. Hingga mereka berdua menangis bersama-sama.
            Setelah kejadian itu, Cika menjadi ceria kembali, dia sekarang tidak lagi menyalahkan siapa pun dan tidak malu dengan keadaannya yang lumpuh sekarang. Tetapi ia masih harus dirawat untuk memulihkan tubuhnya hingga benar-benar sehat kembali.

Suster : “Permisi…waktunya untuk diperiksa mbak.”
Cika : “Ya sus…”
Suster : “Apa sudah baikan mbak Cika?”
Cika : “Sudah sus, jadi kangen rumah.” Cika pun tersenyum simpul.
Suster : “Berdoa saja ya mbak Cika, sepertinya mbak akan sembuh sebentar lagi, saya mendoakan mbak kok.”
Cika : “Terimakasih sus atas doanya.”
Suster : “Ya mbak sama-sama, saya keluar dulu ya.”
Cika : “Ya sus.”

            Dokter pun membawa kabar gembira untuk Cika. Karena ada yang mendonorkan syaraf tulang untuknya.

Dokter : “Cika, dua hari lagi kamu akan dioperasi, agar kamu dapat berjalan kembali, kamu mau?”
Cika : “Mau dok! Dokter tidak bohong kan?”
Dokter : “Tidak, kamu akan berjalan kembali.”
Cika : “Terimakasih dok.” Senyuman pun kembali mengiringi wajah Cika.

            Hari operasi pun tiba, dan Cika sangat menanti hari ini.
            Paska-Operasi, Cika pun dipindahkan keruang rawat biasa untuk pemulihan, dan perlahan-lahan membaik,tetapi Cika tidak tahu siapa pendonor syaraf tulangnya.

Cika: “Bu, Cika sudah sembuh”
Ibu: “Iya nak, Ibu senang sekali, sekarang kamu akan bisa berjalan lagi”
Cika: “Aku sayang Ibu.”
Ibu : “Ya Ibu juga sangat sayang sama Cika.”
Ayah: “Ayah senang sekali melihat kamu bisa tersenyum lagi.”
Cika; “Terimakasih Ayah.”                                     

            Tanpa sepengetahuan Cika, Ibunyalah yang telah mendonorkan syaraf untuknya.
Ibunya hanya bisa bertahan sebentar, Cika pun memeluk Ibunya, dan tiba-tiba..

Ibu: “Ohok, ohok !!”
            Ibunya terbatuk-batuk, dan mengeluarkan darah..dan pingsan..

Cika: “Ibu, Ibu kenapa Ibu kenapa bu, Ibu bangun, Ibu bangun !!!”
Ayah: “Bu, Ibu kenapa bu, Ibu bangun !!”

            Tanpa sepengetahuan Cika dan Ayah, Ibu mengidap penyakit Leukimia, Ibu tak pernah bercerita kepada siapapun, termasuk kepada Ayah dan Cika..

Cika: “Dokteerr, Dokter !! Tolong Ibu saya Dokter, Ibu saya pingsan Dok..!”

            Dokter pun segera memeriksa Ibu Cika, tapi Ibunya sudah tiada..

Dokter : “Maaf Cika, Ibumu telah tiada.”
Cika : “Enggaaaak,, ga mungkiin !!”

            Mereka yang berada disitu pun menangis, tanpa disadari ternyata Ibunya membuatkan ucapan terakhir yang dibuat di kertas surat, yang ditaruhnya diatas meja dan Cika pun membacanya..

Teruntuk Cika sayang,

Maaf Ibu tak dapat menemanimu
Bidadari kecilku
Kebanggaan Ibu

Bukan Ibu tak ingin melihatmu kembali berjalan
Tetapi penyakit Ibu ini membuat kita terpisah jauh
Diantara ruang dan waktu

Ibu mendonorkan syaraf Ibu untukmu
Ibu percaya kau akan bisa menatap dunia lebih indah daripada Ibu

Jadilah kuat bidadari kecilku
Jadilah kuat untuk Ibu

Bidadariku, Fransiska Anastasya.



By : Vita Asrini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar